Ban Tubeless |
Berhubung si Vario dibawa adik sekolah, ban 16 inci punya si maroon terpaksa saya bawa dengan motor legendaris kepunyaan saya; SupraX 125D tahun 2005. Berasa bawa moge karena setang cuma bisa gerak dikit.
Walau kesusahan bawa motor, mencari tempat tambal saya tidak mau sembarangan, tempatnya harus meyakinkan. Akhirnya sampailah saya ke sebuah bengkel spesialis roda bernama Ahmad Ban. Waaaah, apa mungkin bengkel ini kepunyaan Ahmad Dhani? Ah, sudahlah...
Sesampainya di bengkel, saya langsung kasi liat paku kabel yang masih nancep ke mekaniknya (sengaja ga dicabut), lalu mekaniknya nanya "ini mau ditambal luar apa tambal dalam?". Jiahhh, jadi bingung. Dengan tampang sok berpengalaman saya langsung bilang "dalam ajalah...".
Sambil nunggu si abang kerja saya pun diam-diam menghubungi mbah Google. Ternyata oh ternyata, saya sendiri baru ngeh kenapa ditanya begitu, ternyata ban mobil saya berjenis tubeless dan metode tambalnya ada 2: tambal dalam dan tambal luar. Kemana saya selama ini?
Jadi ban tubeless ini tidak memakai ban dalam, dengan kata lain angin langsung masuk ke dalam ban dan pentilnya terpasang pada ban. Beda dengan yang memakai ban dalam yang mana anginnya terisi pada ban dalam, pentilnya pun terpasang pada ban dalam. Katro banget gue.
Ban tubeless ini disebut punya kelebihan tidak mudah bocor sekalipun tertancap paku, tapi pada kasus saya agak beda karena pakunya paku kabel yang punya kait dari plastik yang membuat ban sobek, gak besar sih tapi cukup buat keluar angin sampai gembos ga bersisa.
Pada akhirnya, walau sudah tau tambal dalam lebih mahal ketimbang tambal luar, tapi keputusan saya untuk tambal dalam terbukti tepat, karena metode tambal yang biasa disebut tip top ini dinilai lebih meyakinkan daripada tambal luar (setelah Googling sana sini, hahaha).
Bayangkan, dengan metode tambal luar lubang yang bocor akan dikorek lagi jadi semakin besar dan selanjutnya ditutup dari luar dengan menyelipkan dan merekatkan sejenis karet khusus berbentuk cacing. Banyak yang mengatakan hal ini bisa merusak kontur ban.
Beda dengan metode tip top atau tambal dalam dimana lubang cukup ditutup saja dengan karet khusus penambal ban seukuran koin Rp100 jadul. Tapi ya itu, karena proses kerjanya lebih banyak, tarifnya pun jadi lebih mahal. Ah, ga apalah, yang penting aman.
Setelah selesai saya pun pulang sambil membonceng itu roda di depan, bawa motornya keteteran abis! Ngalur ngidul kayak orang mabok oplosan Maklum, untuk ukuran laki-laki badan saya ini tergolong imut.
Demikianlah sedikit sharing pengalaman katro dari saya. Buat kamu yang punya mobil / motor mending dicek dari sekarang jenis bannya, biar ga malu-maluin ntar kalau kejadian gembos dan musti ditambal ke bengkel. Ada tulisannya kok.
Comments
Post a Comment
Terimakasih atas komentarnya.
Terimakasih untuk tidak memasang link aktif.